Buku Bahasa Indonesia Karen Amstrong: Sejarah Tuhan

tetapi meskipun Ea mampu mengalahkan Apsu dan Mummu, dia tak berdaya menghadapi Tiamat, yang menghasilkan serombongan monster beraneka ragam bentuk untuk berperang atas namanya. Untungnya Ea punya anak kandung yang luar biasa: Marduk, Dewa Matahari, spesimen keturunan dewa yang paling sempurna. Dalam sebuah pertemuan Majelis Agung para dewa, Marduk berjanji memerangi Tiamat dengan syarat bahwa dialah yang nanti menjadi penguasa mereka. Akan tetapi, dia baru berhasil membunuh Tiamat dengan bersusah payah dan setelah melewati pertarungan yang lama dan berbahaya. Dalam mitos ini, kreativitas adalah sebuah pertarungan, diraih dengan susah payah setelah menempuh berbagai macam rintangan.

Bagaimanapun, pada akhirnya, Marduk berhasil mengangkangi mayat Tiamat yang raksasa dan memutuskan untuk menciptakan sebuah dunia baru; dia membelah tubuh Tiamat menjadi dua untuk membentuk lengkungan langit dan bumi manusia; kemudian dia merancang undang-undang yang akan menjaga agar segala sesuatu tetap berada pada posisinya yang telah ditentukan. Ketertiban mesti dicapai, tetapi kemenangan belum lagi sempurna. Kemenangan itu mesti dimantapkan kembali, melalui liturgi khusus, tahun demi tahun. Kemudian para dewa berkumpul di Babilonia, pusat bumi baru, dan mendirikan sebuah kuil tempat ritus-ritus langit diselenggarakan. Hasilnya adalah ziggurat besar untuk menghormati Marduk, "kuil bumi, simbol ketakterbatasan langit." Tatkala kuil itu telah selesai, Marduk menempati singgasananya di puncak kuil dan dewa-dewa menggemakan suara: "Inilah Babilonia, kota kesayangan para dewa, tanah airmu yang tercinta!" Kemudian mereka melakukan liturgi "dari sumber di mana semesta memperoleh strukturnya, dunia gaib menjadi nyata dan dewa-dewa mengambil tempat mereka di dalam semesta."3 Hukum dan ritual ini mengikat setiap orang; bahkan para dewa mesti menaatinya demi menjamin keberlangsungan ciptaan. Mitos mengekspresikan makna batin peradaban, sebagaimana orang Babilonia melihatnya. Mereka mengetahui betul bahwa nenek moyang mereka sendiri yang membangun ziggurat, tetapi kisah Enuma Elish menyuarakan kepercayaan mereka bahwa usaha kreatif mereka hanya mungkin bertahan jika memiliki keterkaitan dengan kekuatan ilahi. Liturgi yang mereka rayakan di Tahun Baru telah diciptakan sebelum manusia ada: liturgi itu tersurat dalam hakikat segala sesuatu, yang bahkan dewa-dewa tunduk kepadanya. Mitos itu juga mengekspresikan keyakinan mereka bahwa Babilonia adalah tempat suci, pusat dunia, dan tanah air dewata—sebuah pernyataan yang penting dalam hampir semua sistem keagamaan kuno. Ide tentang kota suci, tempat manusia merasakan kedekatan dengan kekuatan sakral, sumber segala wujud dan kesaktian, menjadi penting dalam ketiga agama monoteistik Akhirnya, hampir seperti sebuah kebetulan saja, Marduk rnenciptakan manusia. Marduk mengalahkan Kingu (teman dungu Tiamat yang diciptakannya setelah kekalahan Apsu), menebasnya, dan membentuk manusia pertama dengan cara mencampur darah dewa dengan abu. Para dewa menyaksikan dengan perasaan kaget dan takjub. Ada yang sedikit lucu dalam kisah mitikal tentang asal usul manusia ini; meski merupakan puncak penciptaan, tetapi manusia digambarkan berasal dari salah satu dewa yang paling bodoh dan tidak sakti. Akan tetapi, kisah itu mengandung satu hal penting lain. Manusia pertama diciptakan dari substansi seorang dewa; karenanya dia memiliki hakikat ilahiah, sekalipun terbatas. Tak ada jurang pemisah antara manusia dan dewa-dewa. Dunia alamiah, manusia, dan para dewa semuanya memiliki hakikat yang sama dan diturunkan dari substansi suci yang sama pula. Pandangan pagan bersifat holistik. Dewa-dewa tidaklah terasing dari umat manusia dalam kawasan onto logis yang terpisah: ketuhanan secara esensial tidak berbeda dari kemanusiaan. Oleh karena itu, tidak diperlukan sebuah wahyu khusus dari para dewa atau undang-undang ilahi untuk diturunkan ke bumi. Dewa-dewa dan manusia berbagi penderitaan yang sama, satu-satunya perbedaan di antara mereka adalah bahwa dewa-dewa itu lebih kuat dan abadi.

Visi holistik ini tidak terbatas di Timur Tengah, tetapi lazim di seluruh dunia kuno. Pada abad keenam SM, Pindar mengungkapkan versi Yunani tentang keyakinan ini dalam odenya mengenai pertandingan Olimpiade:

Satu pertarungan, satu antara manusia dan dewa-dewa; Dari satu ibu kita berdua menarik napas. Tetapi perbedaan kekuatan dalam segalanya Memisahkan kita; Karena tanpa yang lain kita tiada, kecuali langit yang perkasa Tetap tidak berubah untuk selamanya. Namun dalam keagungan pikiran atau jasad Kita bisa menjadi seperti yang Abadi.

Bukannya memandang para atlet sebagaimana adanya, yang masing-masing berpacu mencapai prestasi pribadi terbaiknya, Pindar menempatkan mereka berhadap-hadapan dengan dewa-dewa, yang menjadi pola bagi semua cita-cita manusia. Manusia meniru dewadewa bukan sebagai wujud yang tak berdaya, melainkan untuk memenuhi potensi mereka yang secara esensial berwatak ilahiah.

Mitos Marduk dan Tiamat tampaknya telah mempengaruhi orang Kanaan, yang memiliki kisah yang amat mirip tentang Baal-Habad, dewa badai dan kesuburan, yang sering disebut dalam Alkitab dengan cara yang jauh dari memuji. Kisah pertarungan Baal dengan YamNahar, dewa laut dan sungai, diceritakan dalam lembaran yang ditulis sekitar abad keempat belas SM. Baal dan Yam keduanya tinggal bersama El, Dewa Tertinggi Kanaan. Pada Majelis El, Yam menuntut agar Baal diserahkan kepadanya. Dengan menggunakan dua senjata magis, Baal malah mengalahkan Yam dan nyaris membunuhnya andaikata Asyera (istri El dan ibu para dewa) tidak memohon dengan mengatakan bahwa membunuh lawan yang sudah tidak berdaya adalah tidak terhormat. Baal merasa malu dan melepaskan Yam, yang mewakili keganasan laut clan sungai yang tak henti-hentinya mengancam akan membanjiri bumi. Sedangkan Baal, dewa badai, membuat bumi menjadi subur.

Versi lain dari mitos itu menyebutkan bahwa Baal membunuh Lotan, naga berkepala-tujuh, yang dalam bahasa Ibrani disebut Leviathan. Dalam hampir semua kebudayaan, naga menyimbolkan sesuatu yang laten, tak berbentuk, dan tak kentara. Dengan demikian, Baal telah menghentikan kemungkinan untuk kembali ke dalam ketiadaan bentuk primal lewat tindakan yang betul-betul kreatif dan dianugerahi sebuah istana indah yang didirikan oleh para dewa untuk menghormatinya. Oleh karena itu, dalam setiap agama kuno, kreativitas dipandang suci: kita masih menggunakan bahasa agama untuk berbicara tentang "inspirasi" kreatif yang memperbarui realitas dan menyegarkan pemaknaan tentang dunia Akan tetapi, Baal kemudian mengalami kemunduran: dia mati dan harus turun ke alam Mot, dewa kematian dan sterilitas. Tatkala mendengar tentang nasib anaknya, Dewa Tertinggi El turun dari singgasananya, membalut Baal dan merajah pipinya, namun tetap tidak bisa menebus putranya. Adalah Anat, kekasih dan saudara perempuan Baal, yang meninggalkan alam suci dan pergi mencari belahan jiwanya, "merindukannya bagaikan induk sapi atau induk domba

mencari anaknya."5 Ketika dia menemukan mayat Baal, dia menyelenggarakan upacara pemakaman untuk mengagungkannya, menangkap Mot, menebasnya dengan pedang, membelah, membakar, dan menginjak-injaknya seperti jagung sebelum kemudian menyemaikannya ke tanah. Kisah yang mirip juga diceritakan tentang dewi agung lainnya— Inana, Isytar, dan Isis—-yang mencari mayat dewa dan membawa kehidupan baru ke atas bumi. Akan tetapi, kemenangan Anat harus diperbarui dan tahun ke tahun melalui upacara ritual. Belakangan— kita tak tahu entah dengan cara bagaimana, sebab pengetahuan kita tidak lengkap—Baal hidup lagi dan kembali ke pangkuan Anat. Pemujaan akan keutuhan dan harmoni, yang disimbolisasikan oleh kesatuan seks, dirayakan melalui seks ritual di kalangan masyarakat Kanaan kuno. Dengan meniru para dewa melalui cara ini, umat manusia ikut berjuang melawan sterilitas dan memastikan kreativitas serta kesuburan dunia. Kematian seorang dewa, pencarian sang dewi, dan keberhasilan untuk kembali ke alam suci merupakan tema-tema keagamaan yang konstan dalam banyak budaya dan akan muncul kembali dalam agama-agama dengan Satu Tuhan yang disembah oleh umat Yahudi, Kristen, dan Islam.

Agama ini di dalam Alkitab dinisbahkan kepada Abraham (Nabi Ibrahim), yang meninggalkan Ur dan akhirnya menetap di Kanaan pada suatu masa antara abad kedua puluh dan kesembilan belas SM. Kita tak memiliki riwayat kontemporer tentang Abraham, tetapi para peneliti menduga bahwa Abraham mungkin sekali merupakan salah seorang pemimpin kafilah pengembara yang membawa rakyatnya dari Mesopotamia menuju Laut Tengah pada akhir milenium ketiga SM. Para pengembara ini—sebagian dari mereka disebut Abiru, Apiru, dan Habiru dalam sumber-sumber Mesopotamia dan Mesir—berbicara dalam bahasa Semitik Barat, yang mana bahasa Ibrani adalah salah satunya. Mereka bukanlah kaum nomad padang pasir yang reguler sebagaimana orang Badui yang berimigrasi bersama ternak-ternak mereka sesuai pergantian musim. Mereka lebih sulit diklasifikasikan dan sering terlibat konflik dengan autoritas-autoritas konservatif. Status kultural mereka biasanya lebih tinggi dibanding penduduk padang pasir itu. Sebagian bekerja sebagai tentara bayaran, pegawai pemerintah, ada yang menjadi pedagang, pelayan, atau tukang besi. Sebagian di antara mereka menjadi kaya raya dan kemudian berupaya mempunyai tanah dan bermukim menetap. Kisah-kisah tentang Abraham 37 Sejarah Tuhan di dalam kitab Kejadian menceritakan bahwa dia bekerja pada Raja Sodom sebagai prajurit bayaran dan bahwa dia sering berkonflik dengan autoritas Kanaan dan daerah sekitarnya. Pada akhirnya, ketika istrinya, Sara, meninggal, Abraham membeli tanah di Hebron, yang sekarang terletak di Tepi Barat.

Like

1

Love

2

Haha

0

Wow

0

Sad

0

Angry

0

Artikel Terkait

Comments (0)

Leave a comment